Friday, January 18, 2013

Raden Eddy Martadinata

Biografi RE Martadinata Biografi Raden Eddy MartadinataLaksamana Laut Raden Eddy Martadinata Nrp.36/P (lahir di Bandung, Jawa Barat, 29 Maret 1921 – meninggal di Riung Gunung, Jawa Barat, 6 Oktober1966 pada umur 45 tahun) atau yang lebih dikenal dengan nama Raden Eddy Martadinata adalah tokoh ALRI dan pahlawan nasional Indonesia. Raden Eddy Martadinata meninggal dunia akibat kecelakaan helikopter di Riung Gunungdan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta
Lahir di Bandung, 29 Maret 1921. Pendidikan HIS di Lahat 1934, MULO di Bandung 1938, AMS di Jakarta 1941 dan Sekolah Pelayaran Tinggi.
Selanjutnya Raden Eddy Martadinata masuk Sekolah Pelayaran Tinggi yang diselenggarakan Jepang. Tahun 1944, ia diangkat sebagai Nahkoda Kapal Pelatih.
Setelah pemerintah membentuk BKR, pemuda-pemuda pelaut bekas pelajar dan guru Sekolah Pelayaran Tinggi serta pelaut-pelaut Jawa Unko Kaisya yang dikoordinir oleh
 M. Pardi, Adam, Martadinata, Surjadi Untoro dll membentuk BKR Laut Pusat yang dalam perjalanannya berubah menjadi TKR Laut, diubah lagi menjadi TRI Laut dan bulan Februari berganti lagi menjadi ALRI.
ALRI di Yogyakarta dengan Markas Tertinggi (MT). ALRI yang berkedudukan di Lawang, yang dibentuk berdasarkan spontanitas pemuda-pemuda pelaut di Jawa Timur, Raden Eddy Martadinata menginginkan agar perwira-perwira senior di Yogyakarta dan di Lawang dapat menyatukan diri dalam wadah Markas ALRI yang tunggal. Januari 1947 dibentuk Dewan Angkatan Laut (DAL) yang diserahi tugas menyelesaikan masalah tersebut.
Penugasan Raden Eddy Martadinata berikutnya adalah mendirikan Sekolah Angkatan Laut (SAL) di Kalibakung – Tegal dan dilanjutkan dengan penugasan sebagai Kepala Pendidikan dan Latihan di Sarangan – Magetan tahun 1948 yang kemudian dikenal dengan nama Special Operation (SO). Raden Eddy Martadinata diberi tugas oleh KSAL Soebyakto untuk menyelenggarakan sekaligus memimpin SO karena menurut KSAL Soebyakto, S.O merupakan lembaga pendidikan lanjutan untuk para perwira laut, Pendidikan tersebut diselenggarakan khusus untuk mempersiapkan para perwira laut yang akan bertugas memimpin armada kapal-kapal cepat. Bulan Oktober 1949, Raden Eddy Martadinata kembali ke Jawa dan diangkat menjadi Kepala Staf Komando Daerah Maritim Surabaya tahun 1950. Saat itu sudah tercapai gencatan senjata antara RI dan Belanda. Pada kurun waktu tersebut Raden Eddy Martadinata juga sekaligus bertugas mengawasi pembuatan kapal pesanan ALRI di Yugoslavia. Sekembalinya dari Italia, ia diangkat menjadi Hakim Perwira pada pengadilan Tentara di Medan Jakarta dan Surabaya.
Pada tahun 1959, terjadi pergolakan di dalam tubuh ALRI yaitu adanya ketidakpuasan terhadap kepemimpinan KSAL yang pada saat itu dipimpin oleh Laksmana Madya Soebyakto, beberapa perwira yang dimotori oleh Mayor Laut Yos Soedarso dan Mayor KKO. Dalam pembicaraan tersebut Presiden menyampaikan rencana penggantian KSAL dan ketika Presiden menanyakan siapakah calon yang cocok untuk menjadi KSAL maka Laksmana Madya Soebiyakto mengusulkan Kolonel Laut R.E. Martadinata – yang pada saat itu masih memimpin satuan ALRI mengawasi pembuatan kapal pesanan ALRI di Italia – sebagai penggantinya karena dianggap netral. Ketika menjabat KSAL yang kemudian dirubah menjadi Menteri/Panglima Angkatan Laut, Angkatan Laut Republik Indonesia memiliki kekuatan yang disegani di kawasan Asia Pasifik seiring dengan meningkatnya konfrontasi dengan Belanda berkaitan dengan perebutan Irian Barat. Pada tahun 1965, terjadi kembali pergolakan di dalam tubuh ALRI yang kemudian dikenal dengan nama Gerakan Perwira Progresif Revolusioner (GPPR). Gerakan ini mengikuti pola Gerakan 1959 yaitu menghadap Presiden Soekarno untuk menyampaikan laporan terjadinya kemerosotan kinerja Angkatan Laut karena dikelola oleh para perwira yang tidak profesional serta ketidakpuasan dengan kepemimpinan Raden Eddy Martadinata sebagai Menteri/Panglima Angkatan Laut.
Karena gerakan ini dianggap sebagai pelanggaran militer dan sesuai saran dari Letnan Jenderal Ahmad Yani yang ketika itu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat, maka hampir kurang lebih 150 perwira yang terlibat dalam gerakan tersebut dimana termasuk diantaranya J.E. Habibie (Mantan Dubes RI di Belanda) dan Pongky Soepardjo (Mantan Dubes RI di Finlandia) dikeluarkan dari dinas Angkatan Laut. Raden Eddy Martadinata kemudian diangkat menjadi Duta Besar dan Berkuasa penuh RI untuk Pakistan .

0 comments:

Post a Comment