
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang
wedana di Mayong. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung
dan tiri. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam
bidang bahasa. Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar
sendiri dan menulis surat kepada
teman-teman korespondensi yang berasal
dari Belanda. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik
pada kemajuan berpikir perempuan Eropa.
Di antara buku yang dibaca Kartini
sebelum berumur 20, terdapat judulMax Havelaar dan Surat-Surat Cinta
karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali.
Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Beberapa hari kemudian,
17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Berkat
kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan
Kartini diSemarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta,
Malang, Madiun,Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah
“Sekolah Kartini”. Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon
mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A
Kartini pada teman-temannya di Eropa. Buku kumpulan surat Kartini ini
diterbitkan pada 1911. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah
diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
0 comments:
Post a Comment